Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI LHOKSUKON
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
2/Pid.Pra/2022/PN Lsk 1.Ir. Nurliana NA
2.Ir. Poniem
Kepala Kejaksaan Negeri Aceh Utara Minutasi
Tanggal Pendaftaran Kamis, 10 Nov. 2022
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 2/Pid.Pra/2022/PN Lsk
Tanggal Surat Kamis, 10 Nov. 2022
Nomor Surat 01/Prapid/A/BS/XI/22
Pemohon
NoNama
1Ir. Nurliana NA
2Ir. Poniem
Termohon
NoNama
1Kepala Kejaksaan Negeri Aceh Utara
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

ALASAN PERMOHONANPRAPERADILAN

Permohonan Praperadilan ini diajukan dengan alasan sebagai berikut :

  1. Penetapan Tersangka terhadap Para Pemohon tidak menurut hukum atau Termohon Tidak Cukup Bukti Dalam Menetapkan Para Pemohon Sebagai Tersangka
  1. Bahwa Para Pemohon telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan  tindak pidana Korupsi Pembangunan Monumen Islam Samudra Pasai berdasarkan Surat Penetapan TersangkaNomor: B-2335/L.1.14/Fd.1/07/2021 tanggal 30 juli 2021 a/n. IR. Nurliana Na dan Nomor: B-2337/L.1.14/Fd.1/07/2021 tanggal 30 juli 2021 a/n. IR. Poniem, namun penetapan tersangka terhadap diri para pemohon tidak menurut hukum.
  2. Bahwa berdasarkan Kitab Undang-undang hukum acara pidana yang kemudian disempurnakan dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014, dimana putusan tersebut menjelaskan penetapan tersangka harus berdasarkan minimal 2 alat bukti yang sah sebagaimana termuat dalam Pasal 184 KUHAP.
  3. Bahwa melalui putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bernomor 21/PUU-XII/2014. MK mengabulkan sebagian permohonan yang salah satunya menguji ketentuan objek praperadilan. Melalui putusannya, Mahkamah Konstitusi menyatakan inkonstitusional bersyarat terhadap frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP sepanjang dimaknai minimal dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP. Pasal 77 huruf a KUHAP dinyatakan inkontitusional bersyarat sepanjang dimaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan.
  4. Bahwa berdasarkan surat Penetapan Tersangka Nomor: B-2335/L.1.14/Fd.1/07/2021 tanggal 30 juli 2021 a/n. IR. Nurliana Na dan Nomor: B-2337/L.1.14/Fd.1/07/2021 tanggal 30 juli 2021 a/n. IR. Poniemtidak menjelaskan dengan konkrit dasar penetapan tersangka. Apakah telah memenuhi 2 alat bukti ?.
  5. Bahwa dalam perkara tindak pidana korupsi yang menjadi dasar penetapan tersangka  salah satu alat bukti adalah adanya perhitungan kerugian negara yang dilakukan oleh instansi yang berwenang seperti BPK atau BPKP
  6. Bahwa sebagaimana diatur dalam Pasal 10 ayat 1 Undang-undang Nomor 15 tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan di jelaskan BPK menilai dan/atau menetapkan jumlah kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai yang dilakukan oleh bendahara, pengelola BUMN/BUMD, dan lembaga atau badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara.
  7. Bahwa sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 192 Tahun 2014 Tentang Badan Pengawasan Keuangan Dan Pembangunan di jelaskan dalam  melaksanakan  tugas  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal 2, BPKP menyelenggarakan fungsi:
  1. perumusan kebijakan nasional pengawasan intern terhadap akuntabilitas   keuangan negara/daerah dan pembangunan  nasional  meliputi  kegiatan  yang  bersifat lintas  sektoral,  kegiatan  kebendaharaan  umum  negara berdasarkan  penetapan  oleh  Menteri  Keuangan  selaku Bendahara Umum Negara, dan kegiatan lain berdasarkan penugasan dari Presiden;
  2. pelaksanaan  audit,  reviu,  evaluasi,  pemantauan,  dan  kegiatan   pengawasan   lainnya terhadap perencanaan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban    akuntabilitas penerimaan negara/daerah dan akuntabilitas pengeluaran        keuangan negara/daerah serta pembangunan nasional dan/atau kegiatan lain   yang   seluruh    atau    sebagian    keuangannya    dibiayai    oleh    anggaran   negara/daerah dan/atau subsidi termasuk badan usaha dan badan lainnya   yang didalamnya terdapat kepentingan  keuangan  atau  kepentingan  lain  dari   Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah serta akuntabilitas pembiayaan    keuangan negara/daerah;
  3. pengawasan intern terhadap perencanaan dan pelaksanaan pemanfaatan aset negara/daerah;
  4. pemberian konsultansi terkait dengan manajemen risiko, pengendalian     intern, dan tata kelola terhadap instansi/badan usaha/badan lainnya dan   program/   kebijakan pemerintah yang strategis;
  5. pengawasan   terhadap   perencanaan   dan   pelaksanaan   program   dan/atau   kegiatan   yang   dapat   menghambat   kelancaran pembangunan, audit atas penyesuaian harga, audit   klaim,   audit   investigatif   terhadap   kasus-kasus   penyimpangan   yang   berindikasi   merugikan   keuangan   negara/daerah,  audit penghitungan kerugian keuangan  negara/daerah,  pemberian  keterangan  ahli,  dan  upaya  pencegahan korupsi;
  6. pengoordinasian dan sinergi penyelenggaraan pengawasan intern terhadap   akuntabilitas keuangan negara/daerah dan pembangunan nasional bersama-sama   dengan   aparat   pengawasan   intern   pemerintah   lainnya;
  7. pelaksanaan  reviu  atas  laporan  keuangan  dan  laporan  kinerja pemerintah pusat;
  8. pelaksanaan  sosialisasi,  pembimbingan,  dan  konsultansi  penyelenggaraan   sistem   pengendalian   intern   kepada   instansi   pemerintah   pusat,   pemerintah   daerah,   dan   badan-badan  yang  di  dalamnya  terdapat  kepentingan  keuangan  atau  kepentingan  lain  dari  Pemerintah  Pusat  dan/atau Pemerintah Daerah;
  9. pelaksanaan kegiatan pengawasan berdasarkan penugasan Pemerintah sesuai   peraturan perundang-undangan;
  10. pembinaan  kapabilitas pengawasan  intern  pemerintah  dan sertifikasi jabatan fungsional auditor;
  11. pelaksanaan pendidikan, pelatihan, penelitian, dan pengembangan di bidang    pengawasan dan sistem pengendalian intern pemerintah;
  12. pembangunan dan pengembangan, serta pengolahan data dan informasi      hasil pengawasan atas penyelenggaraan akuntabilitas keuangan negara      Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah;
  13. pelaksanaan  pengawasan  intern  terhadap  pelaksanaan  tugas dan fungsi di BPKP; dan
  14. pembinaan  dan  pelayanan  administrasi  umum  di  bidang  perencanaan   umum, ketatausahaan, organisasi dan tatalaksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, hukum, kehumasan, persandian, perlengkapan dan rumah tangga.
  1. Bahwa berdasarkan huruf b dan e Pasal 3 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 192 Tahun 2014 Tentang Badan Pengawasan Keuangan Dan Pembangunan telah jelas disebutkan perhitungan kerugian negara merupakan kewenangan BPKP.
  2. Bahwa sebagaimana dikutip dalam media yang diberitakan oleh media Atara Aceh  https://aceh.antaranews.com/amp/berita/299425/ini-kata-bpkp-aceh-terkait-kasus-korupsi-monumen-samudera-pasai dan https://www.ajnn.net/news/audit-kerugian-negara-kasus-monumen-samudera-pasai-terkendala-data-dari-kejari/index.html disebutkan bahwa sampai saat ini belum ada perhitungan kerugian negara yang dilakukan oleh BPKP Aceh, hal tersebut dikarenakan belum mendapatkan informasi dan data yang lengkap dari Kejaksaan Negeri Aceh Utara. Pernyataan tersebut diungkapkan oleh kepala BPKP.
  3. Bahwa apa yang diuraikan di atas jelas dan nyata bahwa Kejaksaan Negeri Aceh Utara belum ada Perhitungan Kerugian Negara terhadap Proyek Pembangunan Monumen Islam Samudera Pasai Aceh Utara.
  4. Bahwa terhadap perhitungan kerugian negara yang belum dimiliki oleh Kejaksaan Negeri Aceh Utara juga menjadi sorotan dan perhatian oleh lembaga Masyarakat Tranparasi Aceh (MATA) yang bergerak sebagai lembaga anti korupsi sebagaimana dikutip dalam berita https://www.ajnn.net/news/mata-minta-kejari-aceh-utara-jangan-bikin-malu/index.html dengan judul MATA Mintak Kejari Aceh Utara Jangan Bikin Malu, terkait kasus dugaan korupsi monumen islam samudera pasai diaceh utara oleh kejaksaan negeri setempat, hingga kini belum mendapatkan hasil yang signifikan terkait jumlah kerugian negara yang ditimbulkan.
  5. Bahwa berdasar pada argument-argument sebelumnya, maka Pemohon ragu terhadap terpenuhinya 2 (dua) alat bukti yang dimiliki oleh Termohon dalam hal menetapkan para Pemohon sebagai Tersangka dalam Dugaan KorupsiProyek Pembangunan Monumen Islam Samudera Pasai Aceh Utara.
  6. Berdasar pada uraian diatas, maka tindakan Termohon dalam hal menetapkan Para Pemohon sebagai tersangka yang tidak memenuhi minimal 2 (dua) alat bukti sebagaimana tertuang dalam Putusan Mahkamah Konstitusi dengan nomor 21/PUU-XII/2014, maka dapat dinyatakan tidak sah dan tidak berdasar hukum.
  7. Bahwa berdasarkan hal tersebut diatas tindakan Jaksa Penyidik yang telah menetapkan Para Pemohon sebagai Tersangka dalam kasus Dugaan KorupsiProyek Pembangunan Monumen Islam Samudera Pasai Aceh Utara sebagaimana surat Penetapan Tersangka Nomor: B-2335/L.1.14/Fd.1/07/2021 tanggal 30 juli 2021 a/n. IR. Nurliana Na dan Nomor: B-2337/L.1.14/Fd.1/07/2021 tanggal 30 juli 2021 a/n. IR. Poniemadalah tidak sah dan tidak sesuai dengan pasal 184 KUHAP yang menyatakan dalam hal menetapkan tersangka minimal harus ada dua (2) alat bukti yang sah.

II. Penahanan terhadap Tersangka tidak menurut hukum

  1. Bahwa Para Pemohon telah ditahan dalam kasus dugaan  tindak pidana Korupsi Pembangunan Monumen Islam Samudra Pasai berdasarkan SuratPerintah Penahanan Nomor: Print-1412/L.1.14/Fd.1/11/2022 tanggal 01 November 2022 a/n. IR. Nurliana Nadan Print-1408/L.1.14/Fd.1/11/2022 tanggal 01 November 2022 a/n. IR. Poniem, namun penahanan terhadap diri para pemohon tidak menurut hukum.
  2. Bahwa Penahanan dilakukan dengan adanya 2 (dua) kemungkinan, pertama ketika tersangka tertangkap tangan dan kedua tersangka tidak tertangkap tangan. Dalam keadaan demikian, dapat diketahui bahwa ada syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat dilakukannya penahanan. Merujuk pada Pasal 21 ayat (1) KUHAP, penahanan dapat dilakukan oleh penyidik, penuntut umum, atau hakim dengan penetapannya berdasarkan bukti yang cukup. Menurut Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 21/PUU-XII/2014, tanggal 28 April 2015, bukti yang cukup adalah minimal dua alat buktiyang termuat dalam Pasal 184 KUHAP.
  3. Bahwa berdasarkan pendapat Kasim and Nusa dalam bukunya,Hukum Acara Pidana: Teori, Asas, Dan Perkembangannya Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi,pada halaman 76 disebutkan “Tidak terpenuhinya syarat ini mengakibatkan penahanan menjadi tidak sah.”  syarat yang dimaksud adalah syarat diputuskan didalam Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 21/PUU-XII/2014, tanggal 28 April 2015, bukti yang cukup adalah minimal dua alat buktiyang termuat dalam Pasal 184 KUHAP.
  4. Bahwa salah satu alat bukti dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi adalah adanya kerugian negara yang dihitung oleh Instansi yang berwenang yang diperintahkan oleh Undang-undang yaitu BPK atau BPKP.
  5. Bahwa dalam perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Monumen Islam Samudera Pasai yang mana Pemohon telah ditetap sebagai Tersangka dan telah di lakukan Penahanan terhadap diri Para Pemohon sejauh ini belum ada Perhitungan kerugian Negara yang dilakukan oleh BPK atau BPKP.
  6.  Bahwa dalam hal dilakukanya penahanan selain harus dipenuhi Unsur Objektif maka harus juga dipenuhi Unsur Subjektif, dimana unsur subjektif adanya kekhawatiran Jaksa Penyidik tersangka melarikan diri dan menghilangkan barang bukti atau alat bukti dan mengulangi perbuatannya.
  7. Bahwa sejauh ini Para Pemohon cukup Koorporatif selalu hadir ketika di panggil dalam pemeriksaan, selalu memberikan keterangan yang jujur dan telah memberikan segala sesuatu yang dimintai oleh Jaksa Penyidik untuk keperluan pemeriksaan.
  8. Bahwa tidak mungkin Para Pemohon melarikan diri dikarenakan selain Para Pemohoon memiliki usia lanjut malah ada salah satu Pemohon (Ir Nurliana) telah memiliki penyakit gula atau diabetes yang akut, jangankan untuk melarikan diri berjalan saja Pemohon sudah tidak mampu. Bahkan akibat diabetes tersebut Pemohon telah mengalami luka pada kakinya.
  9. Bahwa dengan tidak sahnya Penetapan Tersangka maka secaraotomatif maka Penahanan yang dilakukan oleh Termohon terhadap Para Pemohon tidak menurut hukum.
  10. Bahwa berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan diatas Penahan yang dilakukan terhadap Para Pemohon adalah tidak sah menurut hukum.  

III. Penetapan tersangka tidak sah karena pemeriksaan saksi-saksi, ahli, tersangka, penggeledahan, serta penyitaan dilakukan setelah penetapan tersangka sehingga tidak terpenuhinya 2 (dua) alat bukti.

  1. Bahwa dalam perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Monumen Islam Samudera Pasai Para Pemohon telah ditetapkan sebagai Tersangka berdasarkan suratPenetapan Tersangka Nomor: B-2335/L.1.14/Fd.1/07/2021 tanggal 30 juli 2021 a/n. IR. Nurliana Na dan Nomor: B-2337/L.1.14/Fd.1/07/2021 tanggal 30 juli 2021 a/n. IR. Poniem.
  2. Bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 21/PUU-XII/2014, tanggal 28 April 2015, permohonan praperadilan atas penetapan tersangka memiliki landasan hukum untuk diajukan ke pengadilan namun terdapat karakteristik khusus pengajuan praperadilan terkait penetapan tersangka yakni;
  1. penetapan tersangka tidak sah karena pemeriksan saksi-aksi, ahli, tersangka, penggeledahan, serta penyitaan dilakukan setelah penetapan tersangka sehingga tidak terpenuhinya 2 (dua) alat bukti,
  2. permohonan praperadilan yang kedua kalinya mengenai penetapan tersangka tidak dapat dikategorikan sebagai ne bis in idem karena belum menyangkutpokok perkara.
  3. penetapan tersangka atas dasar hasil pengembangan Penyidikan terhadap tersangka lainnya dalam berkas berbeda adalah tidak sah.
  1. Bahwa setelah dilakukannya penetapan tersangka terhadap Para Pemohon namun masih dilakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi, ahli tersangka dan juga masih dilakukan penyitaan.
  2. Bahwa berdasarkan apa yang telah diuraikan diatas Penetapan Tersangka terhadap diri Pemohon tidak terpenuhi 2 alat bukti, maka berdasarkan hal tersebut penetapan tersangka menjadi tidak sah.

IV. Kepala Kejaksaan Negeri Aceh Utara Melakukan Pembohongan Publik Dengan Mengatakan Kerugian Negara Dua Puluh Miliyar Rupiah (Rp. 20.000.000.000)

  1. Bahwa pada tanggal 06 agustus 2021 Kepala Kejaksaan Negeri Aceh Utara telah melakukan pembohongan publik dengan mengatakan Kerugian Negara atas dugaan korupsi Pembangunan Monumen Islam Samudera Pasai diduga merugikan negara mencapai Dua Puluh Miliyar Rupiah (Rp. 20.000.000.000) (https://www.acehonline.co/news/rugikan-negara-rp20-miliar-jaksa-tetapkan-lima-tersangka-kasus-korupsi-pembangunan-monumen-islam-samudera-pasai/index.html) padahal pada saat itu belum ada satu lembaga atau instansi terkait yang telah melakukan perhitung kerugian negara.
  2. Bahwa akibat dari berita hoak yang disampaikan oleh Kepala Kejaksaan Negeri Aceh Utara mengakibatkan kegaduhan dimasyarakat.
  3. Bahwa berdasarkan hasil audit dari Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tidak ditemukan adanya kerugian Negara atau Kerugian Negara Nihil,
  4. Bahwa dengan demikian telah jelas Kepala Kejaksaan Negeri Aceh Utara telah melakukan pembohongan publik.
  5. Bahwa Pembangunan Monumen Islam Samudera Pasai menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Negara dengan anggaran bertahap setiap tahun dan pertanggungjawaban dilakukan setiap tahap pembangunan.
  6. Bahwa berdasarkan apa yang telah diuraikan telah jelas bahwa Kejaksaan Negeri Aceh Utara dalam hal melakukan penegakan hukum terhadap dugaan korupsi proyek Pembangunan Monumen Islam Samudera Pasai tidak dilakukan berdasarkan hukum namun menggunakan sentimen semata.

V. Penetapan Para Pemohon Sebagai Tersangka dan Penahanan Terhadap Para Pemohon Merupakan Tindakan Kesewenang-Wenangan Dan Bertentangan Dengan Asas Kepastian Hukum

  1. Bahwa Indonesia adalah negara demokrasi yang menjunjung tinggi hukum dan Hak azasi manusia (HAM) sehingga azas hukum presumption of innosence atau azas praduga tak bersalah menjadi penjelasan atas pengakuan kita tersebut. Bukan hanya kita, negarapun telah menuangkan itu kedalam Konstitusinya (UUD 1945 pasal 1 ayat 3) yang berbunyi “Negara Indonesia adalah negara hukum, artinya kita semua tunduk terhadap hukum dan HAM serta mesti terejawantahkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita termasuk dalam proses penegakan hukum, jika ada hal yang kemudian menyampingkan hukum dan Hak Azasi Manusia tersebut. Maka negara wajib turun tangan melalui perangkat-perangkat hukumnya untuk menyelesaikan.
  2. Bahwa sudah umum bilamana kepastian menjadi bagian dari suatu hukum, hal ini lebih diutamakan untuk norma hukum tertulis. Hukum tanpa nilai kepastian akan kehilangan jati diri serta maknanya, karena tidak lagi dapat digunakan sebagai pedoman perilaku setiap orang. Kepastian sendiri hakikatnya merupakan tujuan utama  dari hukum. Apabila dilihat secara historis banyak perbincangan yang telah dilakukan mengenai hukum semejak Montesquieu mengeluarkan gagasan mengenai pemisahan kekuasaan. Keteraturan masyarakat berkaitan erat dengan kepastian dalam hukum, karena keteraturan merupakan inti dari kepastian itu sendiri. Dari keteraturan akan menyebabkan seseorang hidup secara berkepastian dalam melakukan kegiatan yang diperlukan dalam kehidupan masyarakat. Menurut Sudikno Mertukusumo kepastian hukum merupakan sebuah jaminan bahwa hukum tersebut harus dijalankan dengan cara yang baik. Kepastian hukum menghendaki adanya upaya pengaturan hukum dalam perundang-undangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang dan berwibawa, sehingga aturan-aturan itu memiliki aspek yuridis yang dapat menjamin adanya kepastian bahwa hukum berfungsi sebagai suatu peraturan yang harus ditaati.
  3. Bahwa dalam hukum administrasi negara Badan/Pejabat Tata Usaha Negara dilarang melakukan Penyalahgunaan Wewenang. Yang di maksud dengan Penyalahgunaan wewenang meliputi melampaui wewenang, mencampuradukkan wewenang dan bertindak sewenang-wenang. Melampaui wewenang adalah melakukan tindakan di luar wewenang yang telah ditentukan berdasarkan perundang-undangan tertentu. Mencampuradukkan kewenangan dimana asas tersebut memberikan petunjuk bahwa “pejabat pemerintah atau alat administrasi negara tidak boleh bertindak atas sesuatu yang bukan merupakan wewenangnya atau menjadi wewenang pejabat atau badan lain”. Menurut Sjachran Basah “abus de droit” (tindakan sewenang-wenang), yaitu perbuatan pejabat yang tidak sesuai dengan tujuan di luar lingkungan ketentuan perundang-undangan. Pendapat ini mengandung pengertian bahwa untuk menilai ada tidaknya penyalahgunaan wewenang dengan melakukan pengujian dengan bagaiamana tujuan dari wewenang tersebut diberikan (asas spesialitas).
  4. Bahwa bertindak sewenang-wenang juga dapat diartikan menggunakan wewenang (hak dan kekuasaan untuk bertindak) melebihi apa yang sepatutnya dilakukan sehingga tindakan dimaksud bertentangan dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan. Penyalahgunaan wewenang juga telah diatur dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Selain itu dalam Pasal 52 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan disebutkan tentang syarat sahnya sebuah Keputusan, yakni meliputi :
  • ditetapkan oleh pejabat yang berwenang
  • dibuat sesuai prosedur; dan
  • substansi yang sesuai dengan objek Keputusan
  1. Bahwa sebagaimana telah Pemohon uraikan diatas, bahwa Penetapan tersangka dan Penahanan Para Pemohon dilakukan dengan tidak terpenuhinya prosedur menurut ketentuan peraturan-perundang undangan yang berlaku.
  2. Bahwa sesuai dengan ulasan Pemohon dalam Permohonan A Quo sebagaimana diulas panjang lebar dalam alasan Para Permohonan Praperadilan ini dilakukan tidak menurut ketentuan hukum yang berlaku, maka seyogyanya menurut Pasal 56 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan adalah sebagai berikut :
  • “Keputusan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 ayat (1) huruf a merupakan Keputusan yang tidak sah”
  • Keputusan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 ayat (1) huruf b dan c merupakan Keputusan yang batal atau dapat dibatalkan
  1. Berdasarkan ulasan mengenai sah dan tidaknya sebuah Keputusan apabila dihubungkan dengan tindakan hukum yang dilakukan oleh Termohon kepada Pemohon dengan menetapkan Pemohon sebagai tersangka dan melakukan penahanan terhadap Pemohon ditetapkan oleh prosedur yang tidak benar, maka Majelis hakim Pengadilan Negeri Lhoksukon yang memeriksa dan mengadili perkara A Quo dapat menjatuhkan putusan bahwa segala yang berhubungan dengan penetapan tersangka terhadap Para Pemohon dapat dinyatakan merupakan Keputusan yang tidak sah dan dapat dibatalkan menurut hukum.

III. PETITUM

Berdasar pada argument dan fakta-fakta yuridis diatas, Pemohon mohon kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Lhoksukon yang memeriksa dan mengadili perkara A Quo berkenan memutus perkara ini sebagai berikut :

  1. Menyatakan diterima permohonan Praperadilan Para Pemohon untuk seluruhnya;
  2. Menyatakan tindakan Termohon menetapkan Para Pemohon sebagai tersangka dengan dugaan Tindak Pidana Korupsi Monumen Islam Samudra Pasai oleh Kejaksaan Negeri Aceh Utara adalah tidak sah dan tidak berdasarkan hukum dan oleh karenanya penetapan tersangka a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
  3. Membatalkan SuratPenetapan Tersangka Nomor: B-2335/L.1.14/Fd.1/07/2021 tanggal 30 juli 2021 a/n. IR. Nurliana Na dan Nomor: B-2337/L.1.14/Fd.1/07/2021 tanggal 30 juli 2021 a/n. IR. Poniem.
  4. Menyatakan tindakan Termohon melakukan penahanan terhadapPara Pemohon sebagai tersangka dengan dugaan Tindak Pidana Korupsi Monumen Islam Samudra Pasai adalah tidak sah dan tidak berdasarkan hukum.
  5. Membatalkan Surat Perintah Penahanan Nomor: Print-1412/L.1.14/Fd.1/11/2022 tanggal 01 November 2022 a/n. IR. Nurliana Nadan Print-1408/L.1.14/Fd.1/11/2022 tanggal 01 November 2022 a/n. IR. Poniem.
  6. Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon yang berkenaan dengan penetapan tersangka atas diri Para Pemohon oleh Termohon;
  7. Memerintahkan kepada Termohon untuk menghentikan penyidikan terhadap perintah penyidikan kepada Para Pemohon;
  8. Memerintahkan kepada Termohon untuk membatalkan Penahanan Para Pemohon dan memerintahkan kepada Termohon untuk mengeluarkan Para Pemohon dari dalam tahanan yang dititipkan pada Lapas Kelas II B Lhoksukon / Aceh Utara ;
  9. Memulihkan hak Para Pemohon dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya;
  10. Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara menurut ketentuan hukum yang berlaku.

PARA PEMOHON  sepenuhnya memohon kebijaksanaan Yang Terhormat Majelis Hakim Pengadilan Negeri Lhoksukon yang memeriksa, mengadili dan memberikan putusan terhadap Perkara aquo  dengan tetap berpegang pada prinsip keadilan, kebenaran dan rasa kemanusiaan.

Apabila Yang Terhormat Majelis Hakim Pengadilan Negeri Lhoksukon yang memeriksa Permohonan aquo berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).

Hormat kami,

Penasehat Hukum Pemohon

BAHADUR SATRI, S.H

IZWAR IDRIS, S.H

ZEKI AMAZAN, S.H

NAZARUDDIN. S.H

Pihak Dipublikasikan Ya